Home > News

Imbas Makin Banyak Lajang, Muncul Tren Pemakaman Ini di Korea

Realitas hidup dan mati sendirian telah menjadi begitu mengakar di masyarakat Korea.

Hidup dan Meninggal Sendirian

Seorang warga melintas di Gyeongbok Palace di Seoul, Korea Selatan. Foto: AP Photo/Lee Jin-man
Seorang warga melintas di Gyeongbok Palace di Seoul, Korea Selatan. Foto: AP Photo/Lee Jin-man

Wanita berusia 24 tahun itu tidak memiliki keinginan untuk menikah sampai sekarang. “Saya merasa sangat kekurangan secara ekonomi dan kondisi lainnya, jadi saya pikir tidak apa-apa bagi saya hidup sendiri. Saya tidak suka meminta bantuan orang dan saya lebih suka melakukan sesuatu sendiri,” katanya.

Shim bukan satu-satunya orang yang berpikir demikian. Sedikit lebih dari 30 persen dari 52 juta penduduk Korea Selatan adalah lajang. Kenyataan ini tampaknya tidak mungkin berubah karena banyak orang berusia 20-an, 30-an dan 40-an mengatakan mereka tidak memiliki rencana menikah atau memiliki anak.

Ada kekhawatiran situasinya mungkin tidak dapat diubah. Tingkat kelahiran Korsel sudah menjadi yang terendah di dunia dengan 0,79 persen. Banyak orang diperkirakan sendirian ketika mereka meninggal. Muncul pertanyaan tentang siapa yang akan mengurus pemakaman mereka.

.

.

Jumlah kodoksa, istilah Korea yang berarti kematian kesepian tanpa keluarga di sisi (lonely death) meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut sebuah laporan yang dirilis awal tahun ini oleh Kementerian Kesejahteraan, ada sekitar 3.378 kematian kesepian pada 2021, meningkat tiga persen dari 3.279 pada 2020. Selama lima tahun terakhir, jumlah kematian akibat kesepian tumbuh rata-rata sekitar 8,8 persen per tahun.

BACA JUGA: Daftar Lengkap Pemenang Baeksang Arts Awards 2023

× Image