Jakarta Langganan Banjir Sejak Zaman Gubernur VOC Jan Pieterszoon Coen
3. Banjir tahun 1872
Banjir besar kembali melanda kota Batavia pada 1872. Kala itu, orang yang berkuasa di Batavia adalah Gubernur Jenderal James Louden. Curah hujan yang tinggi saat itu mengakibatkan sungai Ciliwung tak mampu menampung air hingga meluap.
Banjir yang melanda Batavia di zaman itu, dikabarkan turut merendam daerah elit Harmoni. Tentunya, banjir tersebut membuat cemas dan repot para petinggi Kolonial Belanda. Sebab, gedung Harmoni pada masa itu merupakan tempat pesta dan pelesir orang-orang tajir Belanda di Batavia.
4. Banjir tahun 1893
Pemerintahan Gubernur Jenderal Carel HA van der Wijck juga harus merasakan banjir besar kota Batavia pada 1893. Saat itu, kawasan yang terendam banjir antara lain; Sawah Besar, Kebon Jeruk, Kemayoran Sawah, Kemayoran Wetan, Kampung Kepal, Tanah Sereal, Tanah Tinggi, Tanah Nyonya, Sumur Batu, Tangki Belakang, Pesayuran, dan Kampung Pluit Belakang.
Hujan deras yang disertai angin kencang juga menyebabkan banyak pohon tumbang seperti di Kwitang, Kebon Sirih, Petojo, dan Tanah Abang. Hujan yang berlangsung lama menyebabkan warga kesulitan mengangkat batang-batang pohon yang tumbang.
5. Banjir tahun 1909
Saat banjir di tahun ini, Batavia dipimpin oleh Gubernur Jenderal AWF Idenburg. Banjir besar disebabkan hujan deras yang turun terus-menerus selama sepekan.
Akibat banjir besar tersebut jalan-jalan utama tidak bisa dilewati kenadaraan termasuk trem atau kereta listrik. Warga sekitar terpaksa naik perahu dari kayu atau rela berjalan setengah berenang.
BACA JUGA: Mengenal Sabeni, Jawara Tanah Abang yang Punya Jurus Silat Kelabang Nyebrang
6. Banjir tahun 1918
Banjir pada tahun ini merupakan banjir terbesar dan terparah sejak sembilan tahun terakhir. Kota Batavia kala itu dimpimpin oleh Gubernur Jenderal JP Graaf van Limbung Stirum.
Banjir pada 4 Februari 1918 itu disebabkan oleh hujan lebat sepanjang siang dan malam. Rumah-rumah penduduk di Weltevreden (sekarang kawasan Jakarta Pusat) terendam banjir setinggi dada orang dewasa.
7. Banjir tahun 1932
Banjir pada tahun ini terjadi pada bulan Suci Ramadhan. Banjir disebakan oleh hujan yang turun sejak 4 Januari hingga 2 Februari dengan curah hujan mencapai 150 mm.
Pemberitaan media massa saat itu banyak terfokus ke lokasi banjir di Jalan Sabang. Sebab, selain banjirnya parah, kawasan Jalan Sabang adalah pusat pertokoan dan tempat nongkrongnya muda-mudi kala itu.
8. Banjir tahun 1950
Ini menjadi banjir besar pertama setelah Jakarta lepas dari tangan penjajah Jepang atau lima tahun setelah Indonesia merdeka. Ketika itu Jakarta dipimpin oleh Wali Kota Suwiryo.
Wilayah yang terendam banjir adalah Krukut, Rawa Terate, Lio, Pondok Dayung, dan Gang Talip. Sedikitnya 600 rumah penduduk dan 3.000 orang dari sejumlah kepala keluarga kebanjiran. Sebagian dari mereka ada yang mengungsi dan ada juga yang bertahan.
9. Banjir tahun 1952
Jakarta kembali kebanjiran di tahun 1952. Penyebabnya, hujan turun dengan intensitas cukup tinggi di sepanjang bulan Januari. Saat itu sungai Cideng tidak mampu lagi menampung air hujan yang turun terus menerus.
Daerah yang tergenang antara lain; Komplek Petojo, Jembatan Lima, Krukut, Gang Hauber, Kampung Lima, Jalan Sumatera, Jalan Asem Lama, dan Jati Baru. Banjir pada saat itu juga disebabkan oleh sungai Grogol yang meluap lantaran tak mampu menerima kiriman air dari Bogor dan Depok yang hujan lebat.
BACA JUGA: Kisah Persahabatan Snouck Hurgronje dengan Haji Hasan Mustapa, dari Utang Nyawa hingga Pernikahan