Home > Khazanah

Naskah Khutbah Jumat: Keluarga Sakinah Nirkekerasan

Konflik harus diselesaikan dengan hikmah dan kasih sayang.
Ilustrasi keluarga. Foto: Dok. Republika
Ilustrasi keluarga. Foto: Dok. Republika

Oleh: Lailatis Syarifah, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Anggota Majelis Pembinaan Kader PP 'Aisyiyah

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.

فَيَا عِبَادَاللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ .قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Seperti yang kita ketahui, keluarga adalah pondasi masyarakat, dan Islam mengajarkan bahwa keluarga harus dibangun dengan kasih sayang, pengertian, dan keadilan. Salah satu bentuk bimbingan Islam dalam menjaga keharmonisan rumah tangga terlihat dalam ayat yang membahas tentang nusyuz, yaitu ketidakharmonisan atau ketidakpatuhan dalam pernikahan.

Allah berfirman dalam Alquran, Surat An-Nisa ayat 34:

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan melakukan nusyuz, maka nasihatilah mereka, pisahkan mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika mereka menaati kamu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar {QS. An-Nisa: 34}

Ayat ini sering kali disalahpahami sebagai dasar untuk membolehkan kekerasan terhadap istri. Padahal, dalam berbagai tafsir yang mendalam, seperti yang dijelaskan oleh M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, makna “memukul” di sini lebih simbolis sebagai teguran, bukan tindakan keras yang menyakitkan.

Ayat ini tidak membenarkan kekerasan fisik, melainkan menunjukkan bahwa konflik harus diselesaikan dengan hikmah dan kasih sayang. Tindakan “memukul” ini hanyalah langkah terakhir jika nasihat dan pisah ranjang tidak berhasil, dan bahkan harus dilakukan dengan cara yang tidak mencederai.

Lebih lanjut, Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar menyatakan bahwa memukul dalam ayat ini haruslah difahami sebagai tindakan edukatif dan ringan. Tidak boleh dilakukan dengan niat merendahkan atau melukai.

Buya Hamka menekankan bahwa suami memiliki kewajiban untuk menunjukkan kasih sayang dalam setiap langkah yang diambil, baik itu dengan nasihat, memberikan ruang atau “pisah ranjang,” hingga pilihan terakhir yang simbolis berupa teguran ringan jika benar-benar diperlukan.

Buya Hamka menegaskan bahwa tindakan tersebut bertujuan untuk menjaga keutuhan rumah tangga, bukan merusaknya.

× Image