Home > History

Jakarta Langganan Banjir Sejak Zaman Gubernur VOC Jan Pieterszoon Coen

Selama memerintah, JP Coen membangun kota Batavia di atas rawa-rawa, di dataran rendah, dan di bawah permukaan laut.
Banjir di Batavia sudah terjadi sejak zaman Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Foto: Universiteit Leiden
Banjir di Batavia sudah terjadi sejak zaman Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Foto: Universiteit Leiden

MAGENTA -- Dalam sejarahnya, banjir di Jakarta sudah terjadi sejak zaman Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. JP Coen adalah Gubernur Jenderal wilayah kongsi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang keempat dan keenam.

Pada jabatan pertamanya, JP Coen memerintah pada 1619-1623. Kemudian lelaki kelahiran Belanda, 8 Januari 1587 itu memimpin VOC lagi pada 1627-1629. JP Coen juga memindahkan markas VOC dari Ambon ke Batavia pada 1618.

Selama memerintah, Jan Pieterszoon Coen membangun kota Batavia di atas rawa-rawa, di dataran rendah, dan di bawah permukaan laut. Boleh dibilang Jakarta menjadi kota banjir karena JP Coen tidak cermat memilih tempat saat membangun Batavia.

"Kalau saja Coen bijaksana dan memilih tempat yang lebih tinggi, setidaknya bencana banjir dapat dikurangi atau dihindari. Nyatanya, banjir terjadi sepanjang sejarah Batavia dan belum juga berakhir hingga sekarang," tulis seorang penulis Amerika Serikat, seperti dikutip dari buku Banjir Jakarta dari Zaman Jenderal JP Coen (1621) Sampai Gubernur Jokowi (2013) oleh Zaenuddin HM.

BACA JUGA: Jakarta Kota Impian: Tahun 1870 Penduduknya Cuma 65 Ribu, Kini Lebih dari 11 Juta Jiwa

Meski Batavia jadi langganan banjir kala itu, anehnya 60 gubernur jenderal Hindia Belanda yang pernah berkuasa dan berdomisili di Batavia tidak ada yang merasa bersalah atas terjadinya banjir tersebut. Mereka menganggap banjir di Batavia sebagai 'takdir sejarah' akibat kesalahan JP Coen.

Banjir dari Zaman Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen Hingga 1960

1. Banjir tahun 1621

Banjir terjadi karena Belanda gagal memahami wilayah Batavia, yang berbeda secara geografi dan topografi dengan kota-kota di Belanda semisal Amsterdam. Penguasa Belanda mengira membangun Batavia semudah membangun kota-kota di negerinya.

Ambisi besar petinggi VOC untuk menyulap Batavia seperti kota-kota di Eropa, khususnya Belanda kandas karena kondisi geografis, keadaan alamnya, dan iklim tropis yang tidak memungkinkan.

Kota Batavia berada di bawah permukaan laut sehingga sulit mengalirkan air ke laut lewat sistem kanal. Topografinya juga rendah berupa rawa-rawa, hutan, dan semak belukar yang luas sehingga di kala banjir dan sesudahnya menyebabkan dataran atau permukaan tanah penuh dengan lumpur.

2. Banjir tahun 1654

Banjir kedua ini terjadi saat kota Batavia dipimpin oleh Gubernur Joan Maetsuyker yang berkuasa pada 1653-1678. Hujan deras serta meluapnya sungai Ciliwung menjadi sebab banjir yang terjadi di awal tahun itu. Limpahan air dari Bogor alias Bueitenzorg juga turut menyubang banjir di Batavia.

Sistem kanal yang dibangun kala itu belum ampuh mengatasi banjir. Kanal tidak dapat menyelesaikan sepenuhnya masalah drainase di dalam kota Batavia.

Padahal, belajar dari pemerintahan era sebelumnya Gubernur Joan Maetsuyker sudah menambah pembangunan beberapa kanal. Tapi, kanal-kanal baru tersumbat sampah, tanah, dan lumpur.

BACA JUGA: Ada Kuburan Orang Belanda di Tanah Abang, Dulu Mayatnya Diangkut Perahu Lewat Kali Krukut

× Image