Home > Gaya Hidup

Penurunan Suku Bunga The Fed: Lebih Hati-Hati, Tidak Berarti Berhenti

Pasar finansial kembali kembali bergejolak dipicu komentar The Fed mengenai arah suku bunga.

Di tengah kondisi eksternal yang fluktuatif, kebijakan pemerintah untuk mendorong konsumsi menjadi sangat krusial untuk menjadi penopang pertumbuhan ekonomi 2025, terutama di tengah kebijakan suku bunga yang ‘terpaksa’ bertahan di level tinggi. Pembatalan kenaikan PPN secara umum (PPN ke 12% terbatas hanya untuk barang mewah seperti kapal pesiar, mobil mewah, dan sejenisnya) cukup melegakan, tapi tidak serta merta dapat meningkatkan konsumsi secara masif juga.

Di lain pihak, kebijakan-kebijakan populis pemerintah termasuk anggaran perlinsos dan tambahan paket-paket stimulus senilai IDR38 Triliun yang tetap diimplementasikan walaupun kenaikan PPN dibatalkan, diharapkan menjadi booster tambahan bagi konsumsi, setidaknya di kuartal pertama menjelang Idul Fitri.

Ke depannya, kebijakan-kebijakan populis yang telah dicakup dalam APBN, dan redanya ketidakpastian terkait arah suku bunga, pergerakan nilai tukar, likuiditas pasar, diharapkan dapat menopang konsumsi dan daya beli jangka menengah panjang ke tingkat yang diharapkan.

Di awal tahun 2025 ini, ketidakpastian masih cukup mendominasi pasar, membuat investor kehilangan arah. Sebagai investor, apa yang harus kita lakukan?

Kondisi global dan domestik sangat dinamis berubah dengan cepat, dan kita semua sebagai investor akan cenderung mengalami bias kognitif, kesalahan dalam menafsir, mencerna, dan memilah informasi. Ini adalah hal yang sangat normal.

BACA JUGA: Pentingnya Mengenalkan Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini

Di kuartal pertama dan kuartal ketiga 2024, pasar terlalu optimis moderasi ekonomi AS akan terjadi, Fed Funds Rate akan turun cepat dan besar. Ini adalah periode dominasi bias ‘greed’ di mana pasar sangat yakin bahwa hal-hal yang diharapkan pasti segera terjadi. Sebaliknya, di kuartal kedua dan kuartal keempat 2024, pesimisme melanda dipengaruhi data ekonomi AS yang persisten serta kemenangan Trump.

Saat itu pasar dipengaruhi bias ‘fear’, melihat dan memperkirakan semua hal yang terburuk akan segera terjadi. Bias greed atau bias fear secara bersamaan biasanya juga diikuti oleh bias ketiga: selective attention, yaitu kecenderungan untuk fokus pada elemen tertentu dan mengabaikan hal lainnya, dalam hal ini adalah fakta bahwa secara global, inflasi tetap dalam tren penurunan, seiring siklus ekonomi global yang juga sedang dalam periode moderasi.

Walaupun terkadang sulit, sebagai investor kita harus tetap berupaya melihat segala aspek secara utuh dan meminimalkan bias, sehingga kita dapat tetap mengacu pada potensi dan katalis jangka menengah - panjang dibandingkan distraksi dan hambatan-hambatan jangka pendek.

Secara umum ada beberapa hal, seperti pemangkasan Fed Funds Rate dan BI Rate yang masih berlanjut, potensi perbaikan daya beli masyarakat jika didukung implementasi kebijakan yang tepat sasaran, dan harapan kebijakan-kebijakan Trump 2.0 yang tidak menimbulkan disrupsi global semenakutkan yang diperkirakan sebelumnya.

"Kesemuanya ini dapat menjadi katalis baik bagi pasar saham maupun pasar obligasi," pungkas Freddy.

BACA JUGA: Kuliah Sambil Triple Job, Wanita Ini Lulus Doktor Tercepat dengan IPK 4.00 di UGM

Editor: Emhade Dahlan

× Image