Home > Gaya Hidup

Kuliah Sambil Triple Job, Wanita Ini Lulus Doktor Tercepat dengan IPK 4.00 di UGM

Menyelesaikan Program Studi S3 dalam kurun waktu 2 tahun 6 bulan 23 hari
Arbania Fitriani menyelesaikan studi doktor dalam waktu 2 tahun 6 bulan. Foto: UGM
Arbania Fitriani menyelesaikan studi doktor dalam waktu 2 tahun 6 bulan. Foto: UGM

MAGENTA -- Di tengah kesibukannya sebagai direktur, dosen, dan terapis psikologi, wanita yang satu ini masih sempat membagi waktu untuk kuliah lagi. Dia adalah Dr. Arbania Fitriani, S.Psi., M.Si., CHt., atau kerap disapa Arfi.

Hebatnya lagi, Arfi meraih predikat lulusan tercepat untuk jenjang doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia berhasil menyelesaikan Program Studi S3 Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, Sekolah Pascasarjana dalam kurun waktu 2 tahun 6 bulan 23 hari. Dan, Arfi juga berhasil lulus dengan nilai IPK 4.00.

“Selama kuliah, saya ini menjalani triple job sebagai Direktur, Dosen, dan Terapis Psikologi. Apalagi selama studi S3 saya nggak pernah cuti,” kata Arfi dikutip dari ugm.ac.id, Kamis (24/10/2024).

Meski lulus tercepat, Arfi mengaku sempat digadang oleh dosen pengujinya bahwa ia akan menyelesaikan doktor dengan waktu lebih lama karena penelitian disertasinya terlalu kompleks dan tidak cocok untuk program doktor.

Namun, hal itu tidak menyurutkan langkahnya sama sekali. Justru, Arfi bisa membuktikan bahwa ia mampu menyelesaikan studinya dengan waktu tercepat. “Pokoknya, kesibukan kerja bukan halangan untuk kita lulus cepat,” kata Arfi sumringah.

Arfi menambahkan, disertasi yang dipilihnya adalah membangun model “Prediktor Keterikatan Kerja”. Topik ini bermula dari peraturan Menteri BUMN Dahlan Iskan saat itu, yang mewajibkan setiap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengukur keterikatan kerja dari karyawannya. Keterikatan kerja ini dipercaya ketika itu muncul para pegawai BUMN ini bisa memberikan pelayanan publik.

Topik disertasi yang dinilai kompleks ini menguji 14 koefisien jalur dan 15 variabel, yang menghasilkan 9 hipotesis, serta membahas bagaimana membangun faktor-faktor prediktor keterikatan, khususnya dalam konteks pasca pandemi sehingga bisa menjadi rekomendasi kebijakan bagi BUMN nanti.

× Image