Penurunan Suku Bunga The Fed: Lebih Hati-Hati, Tidak Berarti Berhenti
MAGENTA -- Sesuai ekspektasi, Desember kemarin The Fed menurunkan suku bunga 25bps ke level 4.25 - 4.50%, sehingga total pemangkasan di 2024 mencapai 100bps. Yang membuat pasar terkejut adalah berubahnya proyeksi pemangkasan untuk tahun 2025 (dari sebelumnya 100bps kini hanya menjadi 50bps), diikuti dengan naiknya proyeksi inflasi dan pertumbuhan PDB.
Perubahan proyeksi The Fed yang diikuti oleh volatilitas pasar yang harus menyesuaikan kembali ekspektasinya sebenarnya bukan hal baru. Kondisi ini sudah terjadi berulang-ulang sejak tahun 2023 lalu, karena – seperti berulang kali disampaikan The Fed – proyeksi kebijakan ekonomi akan sangat data dependent.
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Freddy Tedja mengatakan, yang tidak boleh kita abaikan adalah fakta dan konsistensi bahwa inflasi global tetap dalam siklus penurunan. Yang berubah-ubah adalah akselerasi jangka pendeknya, kadang laju penurunannya cepat, kadang agak melambat.
Perkembangan terkini menjelang pelantikan Donald Trump, banyak berita simpang siur mengenai kebijakan-kebijakan pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) mendatang. Bagaimana dampaknya ke pasar global?
Betul sekali, beberapa media asing sempat memberitakan adanya perdebatan mengenai kebijakan visa untuk skilled immigrant (imigran terampil) dan besaran tarif perdagangan. Diberitakan bahwa kalangan dunia usaha – yang merupakan pendukung utama kampanye kepresidenan Trump – membujuk Donald Trump agar kemudahan visa bagi imigran terampil tetap dipertahankan, sehubungan dengan remunerasi yang lebih murah dibandingkan SDM lokal.
BACA JUGA: Harga Bitcoin Tembus Rp 1,7 Miliar, Indodax: Momentum Baru dengan Dukungan Institusional
"Hal ini ditentang oleh kalangan konservatif basis utama pemilih Trump yang berargumen tenaga kerja asing ‘merebut’ peluang kerja masyarakat," kata Freddy Tedja dalam keterangannya, Selasa (14/1/2025).
Perkembangan terbaru lainnya, lanjut Freddy, adalah wacana bahwa tarif perdagangan universal hanya akan diimplementasikan secara terarah dan spesifik untuk barang dan jasa tertentu.
"Sampai saat kita tidak tahu secara pasti kebijakan sesungguhnya, namun jika memang berita-berita ini benar adanya, seharusnya dampaknya bagus karena dapat mengurangi tekanan inflasi, dan mempermudah The Fed untuk meneruskan pemangkasan suku bunga dengan lebih leluasa," terangnya.
Dari sisi keseimbangan perdagangan, apakah Indonesia harus khawatir pada implementasi tarif universal AS nanti?
Biar bagaimana pun juga, tentu saja pengenaan tarif akan berdampak pada neraca perdagangan. Tetapi jika ditelaah, secara relatif Indonesia adalah salah satu negara yang terkena dampak minim atas potensi pengenaan tarif pemerintahan baru AS.
BACA JUGA: AIA Hadirkan Premier Hospital dan Surgical Saver dengan Premi Kompetitif