Home > Gaya Hidup

Penurunan Suku Bunga The Fed: Lebih Hati-Hati, Tidak Berarti Berhenti

Pasar finansial kembali kembali bergejolak dipicu komentar The Fed mengenai arah suku bunga.

Di 2023, defisit perdagangan AS terhadap Indonesia hanya USD15 miliar, 1% dari total defisit perdagangan AS (bandingkan misalnya dengan defisit perdagangan AS ke China yang mencapai USD260 miliar, 26% dari total defisit perdagangannya).

Seharusnya Indonesia tidak terlalu masuk dalam ‘radar’ target AS. Hal lain, sedikit banyak Indonesia juga dapat diuntungkan oleh potensi diversifikasi basis produksi, terutama setelah beberapa negara masuk dalam perhatian AS karena posisi defisit perdagangan yang terus meningkat berada di belakang China, yaitu Meksiko, Kanada, dan juga Vietnam.

Terakhir, fakta bahwa Indonesia memiliki perekonomian berorientasi domestik, sehingga dampak negatif dari perdagangan global lebih terbatas, walaupun tidak bisa dihilangkan.

Lebih lanjut mengenai isu domestik, sepanjang tahun 2024 inflasi Indonesia mencatat rekor terendah 1.57% YoY. Di lain pihak, Bank Indonesia secara gamblang menyatakan belum dapat menurunkan suku bunga acuan, sebagai salah satu upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah. Sampai kapan?

Pandangan The Fed yang lebih hawkish serta ekspektasi kebijakan-kebijakan Donald Trump yang memicu inflasi mendorong penguatan Dolar AS di kuartal terakhir 2024. Kondisi ini memaksa BI untuk mempertahankan BI Rate sebagai upaya menjaga daya tarik Rupiah. Dengan dipertahankannya level suku bunga acuan, setidaknya ada dua implikasi:

BACA JUGA: Menerka Efek Kebijakan AS di Era Kedua Presiden Donald Trump

Selisih suku bunga Fed Funds Rate – BI Rate: semakin lebar (di awal 2024 hanya 50bps, di akhir 2024 menjadi 100bps).

Suku bunga riil: Dengan suku bunga acuan di level 6.00% di tengah inflasi yang sangat rendah, suku bunga riil Indonesia menjadi yang tertinggi di kawasan Asia. Per Desember 2024 kemarin di level 4.5%.

"Kedua faktor ini diharapkan menopang Rupiah untuk tidak melemah lebih dalam di tengah tekanan pada Rupiah dalam waktu dekat masih cukup terasa, terutama menjelang peningkatan kebutuhan Dolar AS musiman untuk impor bahan baku menjelang Idul Fitri dan repatriasi dividen," ujar Freddy.

Setelah itu, ditambah dengan kebijakan-kebijakan Donald Trump yang seharusnya sudah lebih jelas, nilai tukar Rupiah dapat lebih stabil dan BI dapat melanjutkan pelonggaran moneternya.

Masih dari domestik, pemerintah akhirnya membatalkan kenaikan PPN. Apakah hal ini dapat mendorong konsumsi dan daya beli tahun ini?

BACA JUGA: Layanan BNI Permudah PMI di Hong Kong Mengelola Keuangan Raih Tujuan Finansial

× Image