Menerka Efek Kebijakan AS di Era Kedua Presiden Donald Trump
Kata Ezra, di tengah ketidakpastian kondisi global saat ini, memilih strategi defensif menjadi salah satu opsi menarik sehingga berinvestasi di pasar obligasi menjadi sangat ideal untuk tujuan tersebut. Kelas aset obligasi menawarkan stabilitas lebih dari pembayaran kupon berkala.
Lalu secara historis kelas aset obligasi juga mampu bekerja optimal di era pemangkasan suku bunga sehingga menawarkan potensi capital gain. Investor bisa berinvestasi pada beberapa obligasi sekaligus untuk tujuan diversifikasi risiko.
Ezra berpendapat bahwa Indonesia masih menjadi salah satu negara berkembang yang menawarkan imbal hasil menarik. Namun dalam jangka pendek volatilitas rupiah masih menjadi tantangan terbesar, walau dalam jangka panjang kebijakan fiskal AS akan membuat defisit fiskal melebar, menciptakan iklim negatif bagi mata uang USD.
BACA JUGA: Asah Keahlian Tempur Jarak Dekat, Anggota Wing Pendidikan 800/Pasgat Latihan Lempar Pisau
"Bertolak belakang dengan Indonesia yang diperkirakan tetap mempertahankan kebijakan disiplin fiskal. Ezra memperkirakan BI Rate tahun depan akan berada di kisaran 5,00% – 5,25 persen kemudian imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) 10Y di sekitar 6,00 - 6,25 persen," kata Ezra.
Beralih ke pasar saham, peluang jangka panjangnya sangat menarik jika melihat rasio PE forward 12m di kisaran 12,1x yang berada di bawah rata-rata 5 tahunnya di 14,8x. Namun dalam jangka pendek potensi volatilitasnya sangat tinggi imbas dari kebijakan-kebijakan Amerika-sentris yang memengaruhi banyak faktor: mulai dari perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global hingga nilai tukar mata uang Dolar AS.
Melihat tantangan makroekonomi yang tangguh, investor saham bisa melirik sektor-sektor domestik-sentris, terutama sektor yang berpeluang diuntungkan oleh kebijakan-kebijakan Presiden Prabowo untuk menopang daya beli masyarakat.
"Strategi Reksadana Saham MAMI sendiri pun akan fokus pada emiten-emiten yang menurut analisis masih memiliki potensi pertumbuhan earnings di kondisi seperti saat ini," pungkas Ezra.
BACA JUGA: Jakarta Kota Impian: Tahun 1870 Penduduknya Cuma 65 Ribu, Kini Lebih dari 11 Juta Jiwa
Editor: Emhade Dahlan