Cerita Haji Agus Salim Difitnah sebagai Intel Belanda dan Terima Upah
Keputusan dewan juri menyatakan Mr Singgih (Majalah Timboel) tidak berhasil membutikan tuduhan-tuduhannya. Bukti-bukti yang disampaikan redaksi Majalah Timboel tidak meyakinkan.
"Namun dewan juri menyayangkan sikap Haji Agus Salim yang tidak mengajukan gugatan ke pengadilan atas dasar perbuatan pencemaran nama baik yang dalam hal ini dilakukan oleh Timboel/Mr Singgih," tulis Ridwan Saidi dalam bukunya setebal 102 halaman itu.
Pada tengah malam pertemuan itu ditutup. Selanjutnya atas keputusan tersebut, Agus Salim menulis sebuah tulisan berjudul "Ben ik een spion" (Adakah saya seorang intel?). Tulisan Agus Salim dimuat di Majalah Het Lich No. 4/Th III, Juni 1927. Het Lich adalah majalah berbahasa Belanda yang diterbitkan oleh Jong Islamieten Bond.
Dalam tulisannya, Agus Salim yang menekuni dunia jurnalistik sejak tahun 1915 sebagi redaktur di Harian Neratja itu mengungkap intelektual biografi dirinya yang bernilai dan belum pernah diungkap oleh media-media. Tulisan panjang itu juga sebagai jawaban mengapa Agus Salim tidak mengambil langkah hukum dan menggugat ke pengadilan Majalah Timboel.
BACA JUGA: Ada Kuburan Orang Belanda di Tanah Abang, Dulu Mayatnya Diangkut Perahu Lewat Kali Krukut
"Kepercayaan kami kepada H. Agus Salim tidak tergoyahkan," tulis redaksi Het Lich.
Setelah itu, karier politik Agus Salim terus berkembang. Ia sempat dipercaya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sampai Maret 1946. Agus Salim juga memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Hubungan Asia di New Delhi, India, sejak Maret hingga April 1947.
Selanjutnya, Agus Salim menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet Amir Sjarifuddin I (3 Juli 1947-11 November 1947) dan Menteri Luar Negeri dalam kabinet Amir Sjarifuddin II (11 November 1947-29 Januari 1948).
Kemudian, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta I (29 Januari 1948-4 Agustus 1949) dan Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta II (4 Agustus 1949-20 Desember 1949).
Haji Agus Salim yang mempunyai nama lain Masyhudul Haq, yang berarti pembela kebenaran wafat di Jakarta dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Melalui Keppres Nomor 657 tahun 1961, Agus Salim dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 27 Desember 1961.
BACA JUGA: Jakarta Kota Impian: Tahun 1870 Penduduknya Cuma 65 Ribu, Kini Lebih dari 11 Juta Jiwa
Editor: Emhade Dahlan