Home > Khazanah

Naskah Khutbah Jumat: Cermin Akhlak Mulia, Hindari Banyak Bicara

Setiap individu harus mampu menghargai pendapat orang lain.

Naskah Khutbah Jumat

Umat Islam melaksanakan sholat tarawih pada malam hari pertama bulan suci Ramadhan di Turki di masjid Hagia Sophia di Istanbul, Turki, Rabu (22/3/2023). Foto: AP Photo/Emrah Gurel
Umat Islam melaksanakan sholat tarawih pada malam hari pertama bulan suci Ramadhan di Turki di masjid Hagia Sophia di Istanbul, Turki, Rabu (22/3/2023). Foto: AP Photo/Emrah Gurel

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kecenderungan manusia memang suka didengarkan daripada mendengarkan. Kita bisa amati bersama dalam sebuah forum bisa dipastikan ada saja orang yang mendominasi pembicaraan dan tidak mau mengalah dengan pendapatnya.

Ketika menanggapi pembicaraan orang lain, ia pun cenderung mengedepankan ke-aku-annya dengan menonjolkan diri dengan apa yang dimilikinya. Banyak orang yang dalam sebuah forum masih saja tidak memahami orang lain.

.

Sebaliknya, ia selalu ingin dipahami oleh orang yang diajak berbicara. Tentu ini manusiawi. Namun jika kadarnya terlalu sering malah akan menjadikan kontraproduktif dan mengakibatkan dampak negatif dalam interaksi dan komunikasi.

Jika komunikasi tidak berimbang dan tidak berlangsung dengan baik, maka orang lain akan bosan dan tidak menanggapi apa yang sedang dibicarakan. Imam al-Lu’lui mengatakan dalam syair Adabut Thalab:

وَفِي كَثِيْرِ الْقَوْلِ بَعْضُ الْمَقْتِ

Artinya: “Dalam banyaknya bicara dapat menimbulkan sebagian kebencian.”

Sehingga, di sinilah pentingnya keseimbangan dalam berbicara. Ada kalanya kita berbicara, namun ada kalanya kita mendengarkan. Kita perlu renungkan bahwa Allah swt menciptakan telinga lebih banyak dari mulut. Allah memberi karunia dua telinga di bagian kepala sebelah kiri dan kanan.

Sementara mulut diciptakan oleh Allah swt satu buah. Hal ini sebenarnya memiliki hikmah yang mendalam bahwa kita diingatkan untuk lebih banyak mendengar daripada banyak berbicara. Saat berbicara pun, kita harus memperhatikan dengan siapa kita berbicara. Kita harus bisa memahami gerak-gerik, karakter, tingkat pemahaman dari orang yang diajak berbicara dan mengedepankan akhlakul karimah, tidak sombong dan tidak membangga-banggakan diri.

Kita juga diingatkan untuk selalu introspeksi terhadap kekurangan diri dan menanggalkan sikap senang mengoreksi kekurangan-kekurangan orang lain. Dalam kitab Shifat al-Shafwah, Imam Ibnu Jauzi mencatat sebuah riwayat tentang Imam Bakr bin Abdullah al-Muzani yang menyampaikan 4 pesan mendalam.

1. Ketika kamu melihat orang yang lebih tua darimu, katakanlah pada dirimu sendiri: ‘Orang ini telah mendahuluiku dengan iman dan amal saleh maka dia lebih baik dariku.’

2. Ketika kau melihat orang yang lebih muda darimu, katakanlah: ‘Aku telah mendahuluinya melakukan dosa dan maksiat, maka dia lebih baik dariku.’

3. Ketika kau melihat teman-temanmu memuliakan dan menghormatimu, katakanlah: ‘Ini karena kualitas kebajikan yang mereka miliki.’

4. Ketika kau melihat mereka kurang (memuliakanmu), katakan: ‘Ini karena dosa yang telah kulakukan.” Dari riwayat ini kita diajarkan untuk introspeksi dan menilai diri sendiri sebelum menilai orang lain.

Bisa jadi yang menilai tidak lebih baik dari yang dinilai. Kita diajarkan untuk berbaik sangka (husnudzan) sebagai jalan pembuka pendewasaan spiritual dan menghadirkan pahala dari Allah swt.

BACA JUGA: Resep Herbal Prof Hembing: Kunyit dan Bunga Mawar Atasi Tidur Mendengkur

× Image