Idul Adha 2023 Dirayakan Berbeda, Ingat Petuah Bijak Buya Hamka Ini
Petunjuk dengan Melihat Bulan
Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 189: "Mereka itu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, "Itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji..."
Berdasarkan ayat ini, pokok pertama dan utama dalam memulal ibadah, baik ibadah puasa Ramadhan maupun penutupan puasa Ramadhan (Idul Fitri) atau penentuan permulaan haji, dan menentukan perhitungan mengeluarkan zakat (haul) semuanya dihitung menurut bulan qamariah, bukan syamsiah.
BACA JUGA: Benarkah Sunan Ampel, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati Keturunan Tionghoa?
.
Caranya adalah apabila ada orang yang melihat hillal (yaitu bulan sabit, permulaan bulan baru di ufuk barat, sesudah terbenamnya matahari), lalu dilaporkannya kepada pihak yang berwenang atau penguasa di negeri itu.
Sesudah memeriksa keterangan-keterangan yang diberikan oleh pihak yang melihat bulan itu dengan menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat lebih dahulu setelah penguasa mempercayai berita itu. Lalu, disuruhlah menyiarkan berita itu kepada orang ramai dan dimaklumkanlah bahwa besoknya mulai puasa atau besok mulai Hari Raya Idul Fitri.
BACA JUGA: Kisah Soedirman: Guru SD yang Jadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat
Kala bulan haji, dilihat orang pula hilal permulaan Dzulhijjah dan dilaporkannya kepada penguasa, lalu dimaklumkanlah ke muka umum bahwa Hari Raya Haji akan jatuh pada 10 sesudah itu. Adapun di Makkah sendiri, ada tambahan khusus lagi, yaitu bahwa pada sembilan hari bulan akan wukuf di Arafah.
Cara yang begini adalah sunnah dari Nabi SAW, yaitu sebuah hadits Ibnu Abbas yang dirawikan oleh at Tirmidzi. Bahwa pada suatu hari, seseorang dari kampung (A'rabi) datang memberitahukan ia melihat hilal malam itu.
Lalu, ia disuruh mengucap dua kalimat syahadat. Setelah Nabi percaya kepada kesaksian orang itu, baginda berkata kepada bilal. "Hai Bilal, beritahukan kepada masyarakat, puasa besok."
BACA JUGA: Pengertian Wukuf dalam Ibadah Haji dan Waktu Pelaksanaannya
Dari dalil-dalil sunnah Nabi itu, teranglah bahwa mengerjakan puasa atau haji itu dengan berjamaah. Maksud dengan jamaah adalah masyarakat kaum Muslimin. Pada zaman Rasulullah masih hidup, pimpinan jamaah itu adalah di tangan baginda sendiri.
Setelah Nabi SAW wafat, keputusan itu berada di tangan khalifah-khalifah yang menggantikannya. Setelah dunia Islam bertambah luas dan berkembang, jamaah kaum Muslimin itu dikepalai oleh amir atau sultan di daerahnya masing-masing.
"Lebih-lebih setelah berkembang ilmu hisab, mulailah banyak orang yang puasa, berbuka, dan Hari Raya Haji menurut hisab saja. Perkumpulan-perkumpulan Islam seperti Muhammadiyah mengeluarkan pengumuman tiap tahun yang dijadikan pegangan oleh anggotanya dan orang yang menuruti paham yang diajarkannya," kata Buya Hamka. (MHD)
BACA JUGA:
▶ Idul Adha Sebentar Lagi, Apa Hukum Qurban dengan Biaya Utang?
▶ Khasiat Daun Salam Bisa untuk Obat Diabetes, Asam Urat, dan Radang Lambung
▶ Kocak, Pak AR Lulus Bikin SIM Meski Motor Dituntun Saat Praktik
▶ Apa Hukum Menunaikan Ibadah Haji Non-Kuota atau di Luar Prosedur Resmi?
▶ On This Day: 8 Juni 632 Nabi Muhammad SAW Wafat, Umar Bin Khattab Sempat tak Percaya