Home > History

Sejarah dan Filosofi Anyaman Ketupat, Sudah Ada Sejak Masa Kerajaan Demak

Sunan Kalijaga mengubah ketupat sebagai sajian bernuansa Islami.
Pedagang kulit ketupat menyelesaikan pembuatan kulit ketupat yang dijual di kawasan Palmerah, Jakarta, Kamis (20/4/2023). Foto: Republika/Prayogi
Pedagang kulit ketupat menyelesaikan pembuatan kulit ketupat yang dijual di kawasan Palmerah, Jakarta, Kamis (20/4/2023). Foto: Republika/Prayogi

MAGENTA -- Lebaran tiba. Ketupat menjadi hidangan wajib disantap di hari raya Idul Fitri. Panganan yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda itu biasanya tersedia di rumah-rumah saat Lebaran.

Ketupat biasa dimakan dengan berbagai lauk, seperti opor ayam, sambal goreng kentang, rendang, maupun sate, dan lainnya.

Ahli sejarah Belanda Hermanus Johannes de Graaf dalam bukunya Malay Annual, menuliskan ketupat pertama kali muncul pada masa Kerajaan Demak (abad ke-15 M). Menurutnya, ketupat diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat umum. Melalui kuliner lokal itu, Sunan Kalijaga mengenalkan Islam agar mudah diterima.

.

.

Pada mulanya masyarakat lokal memiliki kebiasaan menggantungkan ketupat di depan pintu rumah. Kelakuan seperti itu dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan. Kemudian, Sunan Kalijaga melakukan pendekatan untuk menghilangkan unsur-unsur klenik yang mengikatnya.

Sunan Kalijaga mengubah tradisi yang demikian dengan menjadikan ketupat sebagai sajian bernuansa Islami. Sebuah pendekatan kearifan lokal yang perlu ditauladani, tanpa kehilangan hakikat iman dan Islam secara substansi.

BACA JUGA: Hanya Ada Tiga Jenderal Bintang Lima di Indonesia, Siapa Saja?

Dikutip dari kampusmelayu.ac.id, dalam filosofi budaya Jawa, ketupat merupakan kependekan dari dua kata, yaitu "Ngaku Lepat” (mengaku salah) dan “Laku Papat” (mengakui kesalahan empat tindakan).

Ngaku Lepat diwujudkan melalui tradisi sungkeman seorang anak di pagi syawal sebagai implementasi mengakui kesalahan atau memohon ampunan dan keridhaan, baik yang disengaja maupun tak disengaja. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, rendah hati, memohon keikhlasan, dan ampunan dari orang lain, khususnya kepada kedua orang tua. Dalam konteks luas, ngaku lepat diimplementasikan masyarakat selama bulan syawal dengan saling bersilaturahim.

BACA JUGA: Pakai Cara Ini Agar Ketupat tidak Cepat Basi, Tahan Hingga 3 Hari!

× Image