Pernah Ditanya Soal Perbedaan Waktu Hari Raya, Ini Jawaban Buya Hamka
Berdasarkan ayat ini, pokok pertama dan utama dalam memulal ibadah, baik ibadah puasa Ramadhan maupun penutupan puasa Ramadhan (Idul Fitri) atau penentuan permulaan haji, atau menentukan perhitungan mengeluarkan zakat (haul) semuanya dihitung menurut bulan qamariah, bukan syamsiah.
Caranya adalah apabila ada orang yang melihat hillal (yaitu bulan sabit, permulaan bulan baru di ufuk barat, sesudah terbenamnya matahari), lalu dilaporkannya kepada pihak yang berwenang atau penguasa di negeri itu.
Sesudah memeriksa keterangan-keterangan yang diberikan oleh pihak yang melihat bulan itu dengan menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat lebih dahulu setelah penguasa mempercayai berita itu, lalu disuruhlah menyiarkan berita itu kepada orang ramai dan dimaklumkanlah bahwa besoknya mulailah puasa, atau besoknya mulailah Hari Raya Idul Fitri.
.
.
Kala bulan haji, dilihat orang pula hilal permulaan Dzulhijjah dan dilaporkannya kepada penguasa, lalu dimaklumkanlah ke muka umum bahwa Hari Raya Haji akan jatuh pada 10 sesudah itu. Adapun di Makkah sendiri, ada tambahan khusus lagi, yaitu pada sembilan hari bulan akan wukuf di Arafah.
Cara yang begini adalah menurut Sunnah dari Nabi sendiri, yaitu sebuah hadits Ibnu Abbas yang dirawikan oleh at Tirmidzi bahwa pada suatu hari, seseorang dari kampung (A'rabi) datang memberitahukan bahwa la melihat hilal malam itu.
Lalu ia disuruh mengucap dua kalimat syahadat, (suatu kesaksian yang lebih besar pengaruhnya daripada sumpah sendiri bagi orang yang beriman; bahwa ia bertanggung jawab sebagai Muslim dan ucapan yang ia keluarkan). Setelah Nabi percaya kepada kesaksian orang itu, baginda berkata kepada bilal. "Hai Bilal, beritahukan kepada manusia, puasa besok."
BACA JUGA: Mudik Lebaran 2023, Perhatikan Adab Bepergian dalam Islam