On This Day: 29 Januari 1950 Jenderal Soedirman Wafat, Selalu Menjaga Wudhu saat Bergerilya
Pengangkatan Kolonel Soedirman yang masih berumur 29 tahun menjadi orang nomor satu di TKR di luar dugaan Belanda saat itu karena dalam pemilihan Panglima Besar TKR, Soedirman harus bersaing dengan Hamengkubuwono IX, Widjoyo Soeryokusumo, GPH Purbonegoro, Oerip Soemohardjo, Suryadarma, M Pardi, dan Nazir. Peluang Soedirman menjadi panglima besar sangat tipis.
Setelah pemilihan, sebuah surat kabar Belanda mengejek dan meremehkan pengangkatan Soedirman menjadi panglima. "Republik Indonesia mengangkat seorang guru SD menjadi panglima besar. Tahu apa guru sekolah itu!" tulis media Belanda seperti dikutip dari buku Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman yang ditulis oleh Letjen (Purn) Tjokropranolo terbitan CV Haji Masagung 1993.
TKR terpaksa menggelar rapat pemilihan panglima besar karena di kalangan pucuk pimpinan TKR daerah merasakan adanya satu kekurangan, yaitu Soepriyadi sebagai pimpinan tertinggi TKR yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno tidak pernah muncul. Atas dasar itu, ada keinginan kuat di kalangan pimpinan markas tinggi TKR untuk memilih dan mengangkat seorang perwira tinggi guna menggantikan Soepriyadi.
Kemudian, pada 12 November 1945 di Markas Tinggi Tentara Keamanan Rakyat (MTTKR) di Gondokusuman, Yogyakarta, menggelar Konferensi Besar TKR. Selain dihadiri oleh hampir semua Komandan Divisi dan Resimen TKR, Konferensi juga dihadiri oleh Sri Sultan Hamengkubuono IX, Sunan Pakubuwono XII, dan Mangkunegoro.
Utusan dari Sumatra yang hadir hanya seorang, yaitu Kolonel Moh Noeh mewakili enam Divisi di Sumatera, sedangkan wakil dari Jawa Timur tidak hadir lengkap karena sedang menghadapi keadaan genting sebagai akibat peristiwa 10 November. Hadir pula beberapa mantan KNIL seperti Didi Kartasasmita, Jatikusumo (KNIL dan PETA), Gatot Soebroto (KNIL dan PETA), dan Suryadarma.
BACA JUGA: On This Day: 7 Januari 1979, Vietnam Bebaskan Kamboja dari Khmer Merah Pimpinan Pol Pot
Awalnya, konferensi yang dipimpin Kepala Staf Umum Letjen Oerip Soemohardjo berjalan lancar. Namun, suasana tiba-tiba menjadi tegang ketika diumumkan akan dilanjutkan rapat lain yang tidak dapat ditunda, yakni memilih calon-calon yang akan dipilih menjadi pimpinan tertinggi TKR. Karena dadakan, peserta yang hadir belum siap dengan calon-calonnya.
Suasana tegang menjadi tenang dan hangat setelah Soedirman meminta rapat diskors untuk memilih calon-calon. Pada saat itu sudah kelihatan kebijaksanaan dan kearifan Soedirman yang ketika itu berpangkat kolonel dengan senjata dan pasukannya yang paling banyak.
Ketika rapat dimulai lagi, rapat dipimpin oleh Holland Iskandar. Pemilihan berjalan secara terbuka, demokratis. Ada delapan nama calon yang tercantum di papan tulis, di antaranya Hamengkubuwono, Widjoyo Soeryokusumo, GPH Purbonegoro, Soemohardjo, Soedirman, Suryadarma, M. Pardi, dan Nazir.
Tata cara pemilihan dilakukan dengan hanya mengangkat tangan satu persatu, setelah nama-nama calon disebutkan oleh panitia. Pemilihan dilakukan tiga kali. Yang pertama, dua orang calon gugur.
Pemilihan selanjutnya dua orang calon juga gugur lagi. Barulah pada pemilihan yang ketiga, giliran nama Kolonel Soedirman disebut.
BACA JUGA: Cerita Haji Agus Salim Difitnah sebagai Intel Belanda dan Terima Upah