Home > Gaya Hidup

Waspada Bahaya Mikroplastik, Dosen UGM Dorong Pembatasan Penggunaan Plastik

Rata-rata orang Indonesia menelan sekitar 15 gram mikroplastik setiap bulan
Petugas memilah botol plastik di Rumah Kompos Rungkut Kidul, Surabaya, Jawa Timur. Ilustrasi/Foto: Antara/Rizal Hanafi
Petugas memilah botol plastik di Rumah Kompos Rungkut Kidul, Surabaya, Jawa Timur. Ilustrasi/Foto: Antara/Rizal Hanafi

MAGENTA -- Kebiasaan menggunakan kantong belanja, kemasan makanan, dan pembungkus dalam transaksi daring masih menjadi sumber utama pencemaran mikroplastik. Saat ini mikroplastik telah tersebar luas di berbagai aspek kehidupan, mulai dari udara hingga makanan dan air.

Mikroplastik telah menjadi bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan sehari-hari. Partikel kecil ini ditemukan di udara yang kita hirup, makanan yang kita konsumsi, hingga air yang kita minum.

Kondisi tersebut menjadi perhatian serius dosen dan peneliti kesehatan lingkungan FK-KMK Universitas Gadjah Mada, Dr. Annisa Utami Rauf. Ia mengatakan, perubahan gaya hidup menjadi langkah awal yang paling realistis untuk mengurangi dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan.

”Masyarakat juga perlu lebih selektif memilih produk dengan kemasan yang minim plastik,” kata Annisa, Selasa (14/10/2025).

Menurut Annisa, langkah kecil di kehidupan sehari-hari, bisa memberi dampak besar. Masyarakat dapat mulai dengan membawa tumbler sendiri, menghindari air kemasan sekali pakai, dan menggunakan wadah yang dapat digunakan berulang kali.

“Di lingkungan pendidikan seperti kampus, kebiasaan ini bisa diterapkan secara kolektif. UGM sendiri sudah memiliki Toyagama yang menyediakan akses air minum bersih di berbagai titik kampus,” ujarnya.

Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia menelan sekitar 15 gram mikroplastik setiap bulan, menjadikan Indonesia salah satu negara dengan tingkat paparan tertinggi di dunia.

BACA JUGA: Kunjungi UGM, Prancis Ingin Pelajari Toleransi Beragama di Indonesia

× Image