Home > News

Keamanan Infrastruktur dan AI Harus Jadi Prioritas di Era Transformasi Digital

Ketahanan siber bukan sekadar kebutuhan teknologi, melainkan fondasi penting bagi stabilitas ekonomi, keamanan nasional.
Cyberwolves Con 2025 dihadiri praktisi keamanan siber, akademisi, regulator, serta komunitas teknologi. Foto: Spentera
Cyberwolves Con 2025 dihadiri praktisi keamanan siber, akademisi, regulator, serta komunitas teknologi. Foto: Spentera

MAGENTA -- Seiring percepatan transformasi digital, Indonesia kini berhadapan dengan ancaman siber yang semakin nyata dan kompleks. Serangan siber tidak lagi terbatas pada isu teknis, melainkan sudah menimbulkan dampak langsung pada skala nasional.

Gangguan pada infrastruktur vital seperti jaringan listrik dapat melumpuhkan aktivitas industri dan rumah tangga, serangan pada sistem perbankan bisa menghambat transaksi keuangan masyarakat, sementara kebocoran data pada layanan publik berisiko merusak kepercayaan terhadap institusi pemerintah.

Situasi ini menunjukkan bahwa ketahanan siber bukan sekadar kebutuhan teknologi, melainkan fondasi penting bagi stabilitas ekonomi, keamanan nasional, dan keberlangsungan hidup masyarakat sehari-hari.

Menjawab urgensi tersebut, Spentera pada 11 September 2025 kembali menghadirkan Cyberwolves Con 2025, konferensi tahunan yang mempertemukan praktisi keamanan siber, akademisi, regulator, serta komunitas teknologi. Forum ini menjadi ruang kolaborasi untuk bertukar wawasan, membagikan praktik terbaik, sekaligus merumuskan strategi bersama dalam memperkuat ketahanan siber Indonesia.

Direktur Spentera Royke L. Tobing mengatakan, ketahanan siber hanya bisa dicapai melalui kolaborasi lintas sektor, dan Cyberwolves Con 2025 menjadi bukti komitmen Spentera untuk memperkuat ekosistem keamanan siber Indonesia.

BACA JUGA: Iphone 17 Masuk Indonesia Awal Oktober 2025, Ini Persyaratannya

Pada seminar ini, kami menyoroti strategi perlindungan infrastruktur vital seperti energi, ICS dan SCADA yang menjadi penopang layanan publik dan perekonomian nasional, risiko AI, dan tantangan digital di masa mendatang serta kesiapannya.

"Seluruh rangkaian agenda dirancang untuk menegaskan pentingnya langkah cepat dan kolaborasi dalam menghadapi ancaman digital yang terus berkembang,” kata Royke.

Dalam panel diskusi yang menghadirkan peneliti, akademisi, dan praktisi keamanan siber, para narasumber menyoroti empat isu strategis yang dinilai mendesak untuk segera diantisipasi:

Infrastruktur Energi dan ICS/SCADA

Jaringan listrik Jawa–Bali yang menyuplai lebih dari 60% energi nasional memiliki peran strategis bagi Indonesia. Namun, sistem ini juga menyimpan sejumlah kerentanan, seperti masih digunakannya perangkat lama yang belum mendapat pembaruan, protokol komunikasi SCADA yang minim enkripsi, hingga antarmuka sistem yang terhubung ke internet dengan kredensial bawaan.

Ditambah dengan integrasi IoT dan akses jarak jauh yang belum sepenuhnya terlindungi, kondisi ini memperluas permukaan serangan yang bisa dimanfaatkan aktor negara maupun kelompok kriminal siber.

Pengalaman pemadaman listrik di Jawa–Bali pada 2019 maupun gangguan di Bali pada 2025, mengingatkan kita akan besarnya dampak jika terjadi gangguan pada sektor energi. Karena itu, upaya memperkuat ketahanan siber di sektor kelistrikan bukan hanya soal mencegah risiko, tetapi juga memastikan keberlangsungan layanan publik dan menjaga kepercayaan masyarakat.

BACA JUGA: Mengejar Kecukupan Bekal di Hari Tua, Bagaimana Caranya?

× Image