Home > History

Ngeyel, Soeharto Ogah Pakai Rompi Antipeluru Saat Kunjungi Bosnia pada 1995

Saat tiba di Sarajevo, ibu kota Bosnia Herzegovina, suasana perang begitu mencekam.

Soeharto Nekat Terbang ke Sarajevo

Sebelum terbang ke Sarajevo, kata Sjafrie, presiden Soeharto singgah dulu di ibu kota Kroasia, Zagreb untuk bertemu dengan presiden Kroasia Franjo Tudjman. Di Zagreb, Sjafrie mendapat informasi pesawat yang ditumpangi utusan khusus PBB, Yasushi Akashi, ditembaki saat terbang ke Bosnia.

Untung saja tidak jatuh korban. Insiden tersebut tak membuat nyali Soeharto menjadi ciut.

FILE - Dalam file foto 17 Mei 1993 ini, komandan Serbia Bosnia Jenderal Ratko Mladic digambarkan di dekat bendera PBB di Bandara Sarajevo. Hakim-hakim PBB pada Selasa, 8 Juni 2021 memberikan putusan akhir mereka atas vonis terhadap mantan panglima militer Serbia Bosnia Ratko Mladic atas tuduhan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama pembantaian etnis Bosnia 1992-1995.
FILE - Dalam file foto 17 Mei 1993 ini, komandan Serbia Bosnia Jenderal Ratko Mladic digambarkan di dekat bendera PBB di Bandara Sarajevo. Hakim-hakim PBB pada Selasa, 8 Juni 2021 memberikan putusan akhir mereka atas vonis terhadap mantan panglima militer Serbia Bosnia Ratko Mladic atas tuduhan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama pembantaian etnis Bosnia 1992-1995.

"Saya pamit dulu untuk pergi ke Sarajevo," kata Soeharto kepada presiden Kroasia.

Pada 13 Maret 1995, Soeharto tetap nekat terbang ke Sarajevo menggunakan pesawat sewaan buatan Rusia yang juga biasa dipakai PBB. Karena terbatasnya kursi, pengawal Soeharto saat itu hanya dua orang, yakni Kolonel Inf Sjafrie Sjamsoeddin dan Komandan Detasemen Pengawal Pribadi Presiden Mayor CPM Unggul K. Yudhoyono.

Di dalam pesawat itu ikut juga menlu Ali Alatas, mensesneg Moerdiano, panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung, kepala Badan Intelejen ABRI (BIA) Mayjen TNI Syamsir Siregar, komandan Paspamres Mayjen Jasril Jakub, dan ajudan presiden Kolonel Int. Sugiono.

Sesuai prosedur keamanan PBB, semua penumpang diminta mengisi formulir pernyataan risiko. Jika tidak diisi, pesawat tidak bisa berangkat. Sjafrie mengambil dua formulir. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk Soeharto.

"Apa itu?" tanya Soeharto.

"Pernyataan risiko, tanggung perorangan, Pak," jawab Sjafrie.

Baca juga: On This Day: 23 Maret 1946, Bandung Lautan Api, Menolak Tunduk pada Penjajah

× Image